Jumat, 23 Desember 2016

Memori Dua Tahun

Based on the true story...

“Being deeply loved by someone gives you strength, while loving someone deeply gives you courage.”
— Lao Tzu

Tugas sebagai seorang mahasiswi semester 3 dan sebagai seorang staf Humas di sebuah organisasi tingkat universitas, membuat mata Fairuz masih terjaga pada pukul 10 malam. Ia masih membuat sebuah desain banner untuk acara di organisasinya beberapa Minggu lagi. Sampai ponselnya berdering menandakan ada pesan baru masuk.

From: 0857123434**
Selamat malam Bapak/Ibu Fairuz. Saya Dimas Setyawan, calon anggota baru KSPA UNJ yang dijadwalkan untuk observasi di TKK Kampung Bandan besok. Maaf besok berangkat jam berapa ya Bapak/Ibu Fairuz? Terimakasih.
10.11 pm

Fairuz tertawa geli membaca pesan yang dikirimkan oleh Dimas. Ia berpikir Dimas begitu formal dan patuh pada peraturan yang memang dibuat oleh panitia untuk memanggil senior dengan sebutan Bapak/Ibu selama masa observasi.

To: Dimas Setyawan
Iya besok jam 8 sudah ada di sekretariat yaa. Kasih tau temen-temennya yang satu jadwal sama kamu.
10.14 pm

Keesokan paginya, Fairuz telat. Ia sampai di sekretariat jam 8 lebih. Ini memang kebiasaan buruk yang ia pelihara sejak masuk kuliah. Di sekretariat, ia melihat beberapa temannya dan calon anggota baru yang berkumpul menunggu pengajar menjemput mereka ke lokasi TK.

"Eh Fai, parah lu baru dateng, katanya janjian sama caba (calon anggota baru) jam 8?" Tanya Yudi, teman yang Fairuz kenal sejak duduk di bangku kuliah.

"Hehe iyaa. Mana yaa yang mau ke Kampung Bandan? Tau gak Lo? Tanyain dong,"

Fairuz sudah tahu yang mana Dimas, yang menghubunginya semalam. Tapi Dimas belum tentu tahu Fairuz yang mana. Karena hanya ada 1 laki-laki lain di sini selain Yudi dan dia sudah pasti Dimas. Organisasi ini memang mayoritas perempuan.

Perawakan Dimas yang jauh lebih tinggi dari Fairuz dan Fairuz baru tahu bahwa Dimas adalah angkatan 2012, yang berarti senior Fairuz, membuatnya tambah canggung. Tapi perputaran waktu yang tak pernah berhenti, membuat Fairuz harus melakukannya sekarang juga.

"Eh kamu yang namanya Dimas ya?"

"Iya," Dimas langsung menyimpan ponselnya ke dalam saku celana.

"Mmm jalan yuk. Udah setengah sembilan nih. Udah kumpul semua ko caba yang observasi bareng kamu."

"Oh oke. Ini Fairuz ya?"

"Iya hehe. Fai aja,"

Kami pun pamit pada teman-teman yang berada di sekretariat. Seperti kebiasaan pada organisasi umumnya. Termasuk pamit pada Yudi yang sedang asik di depan komputer.

"Yud, jalan dulu gue."

"Oh iya, tiati." Yudi ganti melihat Dimas yang berdiri di sebelah Fairuz.

"Lo sama Fai, Dim? Tiati lo digombalin!" Ejek Yudi yang membuat Fairuz merah.

"Tenang aja, nanti gue gombalin balik!" Sahut Dimas enteng membuat Fairuz terkejut.
.
.
.
.
***

"Fai, pacar lo ganti lagi?"

"Paling nih yaa, bertahan cuma 3 bulan. Paling lama 6 bulan lah,"

"Jangan mau pacaran sama Fai. Pacaran sama Fai cepet putusnya,"

"Oh elu udah dapat pacar di sini terus keluar ya, Dim?"

Pembicaraan semacam itu selalu muncul di awal kebersamaan Dimas dan Fairuz, keduanya sama-sama tak begitu memikirkan perkataan senior mereka di organisasi tersebut. Bagi mereka, orang lain tak pernah bisa merasakan emosi yang sedang mereka rasakan. Biarlah mereka bicara apa, yang penting hubungan Dimas dan Fairuz baik-baik saja.
.
.
.
.
***

Begitulah awal mula aku bertemu dengan kekasihku, Dimas Setyawan. Pertemuan yang sederhana tapi menyenangkan. Dimas terus mengajari aku untuk menjadi lebih dewasa dalam bertindak dan berpikir. Ia menyadarkan aku arti tujuan dalam hubungan ini, membuat aku tak bisa berpaling dari hatinya.

Benar yang dikatakan teman-teman bahwa memang sebelum bertemu Dimas, aku kewalahan memantapkan hatiku pada satu laki-laki saja. Tapi setelah bertemu Dimas, aku tanpa ragu memantapkan hatiku padanya.

Beruntungnya aku diterima oleh orangtua Dimas yang begitu hangat menyambutku tiap kali aku mampir ke rumahnya. Mendapatkan restu mereka yang belum tentu diberikan pada perempuan lain.

Setiap kali aku merasa khawatir, Dimas mampu menenangkan lewat kata-katanya yang manis dan tindakannya yang selalu berubah menjadi lebih baik.

Ia tak pernah mengeluh kalau harus mengantarku dari Jakarta ke Tangerang lalu ia kembali lagi ke Jakarta. Hal ini pun masih dilakukannya hingga sekarang.

Pernah kami harus menjalani hubungan jarak jauh. Aku di Jakarta dan dia di Wonosobo. Tanpa tahu kapan kami akan kembali di satu kota yang sama, tiap hari kami lalui dengan sabar. Aku tak bisa sering bertemu dengannya sebelum ia pergi ke Wonosobo karena aku sedang menjalani program kuliah di Banten. Dimas yang menyempatkan datang ke Banten untuk bertemu denganku sebelum ia pergi ke Wonosobo.

Aku percaya bahwa curhat ke teman dekat mengenai aku yang sedang menjalani hubungan jarak jauh ini, bukan hal yang bisa dibilang baik. Mereka bisa saja berpendapat yang tidak baik pada Dimas dan mempengaruhi ku. Jadi selama kami menjalani hubungan jarak jauh, hanya beberapa teman saja yang mengetahuinya. Sampai kabar baik pun datang. Dimas mengabariku bahwa ia mendapat tawaran kerja di Jakarta. Aku sangat lega.

Dimas semakin dekat dengan keluargaku. Bahkan keluarga besarku sudah mengenalnya. Ia juga semakin mengenal sahabat-sahabatku. Ia tak pernah malu untuk sekedar kuajak nongkrong dengan sahabatku yang sudah pasti semuanya perempuan.

Dia bukan hanya peduli padaku, tapi juga orang-orang di sekitarku. Dia bisa menyatu.

Kalau boleh jujur baru kali ini aku berhubungan dengan seorang pria dan benar-benar ingin berakhir bahagia bersamanya.

Happy 2nd Anniversary. Let's welcoming the 3rd year! Xx

Rabu, 14 Desember 2016

Tak Bisakah

Hatiku bimbang namun tetap pikirkanmu
Selalu, slalu dalam hatiku
Ku melangkah sejauh apapun itu
Selalu kau didalam hatiku

Seharusnya keputusanku untuk pergi darimu adalah keputusan yang tepat. Ini akan baik bagi hidupmu, juga hidupku. Kita belum bisa bersatu, masih ada begitu banyak hambatan. Tapi ketahuilah bahwa kamu tetap jadi pemilik debaran di dadaku. Sejauh apapun aku melangkah menjauhimu.

Ku berjalan, berjalan memutar waktu
Berharap temukan sisa hatimu
Mengertilah ku ingin engkau begitu
Mengerti kau di dalam hatiku

Aku tahu akan aneh jika aku mengirimimu pesan dan menanyai kabar serta kesibukanmu saat ini. Tapi nyatanya aku tetap melakukan itu. Berharap kamu masih ada di situ dan selalu disitu. Berharap kamu mengerti bahwa biarpun aku pergi, kamu tak pernah pergi dari hatiku. Tetaplah disitu, Kasih.

Tak Bisakah kau menungguku
Hingga nanti tetap menunggu
Tak Bisakah kau menuntunku
Menemani dalam hidupku

Tapi ternyata kau pergi. Pergi ke arah yang berlawanan dariku. Pergi ke tujuan yang berbeda dariku. Menciptakan seribu tanya di dalam hati yang tak akan pernah ada jawabannya. Memupuskan harapan untuk selalu bersamamu selamanya.

Kasih, kau menjadi hidupku
Kemana, kau tahu isi hatiku
Tunggu, sejenak aku disitu
Jalanku, jalan menemukanmu

Seharusnya kamu tahu seberapa penting hadirmu dalam hidupku. Seharusnya kamu tau maksud kata cinta yang selalu ku bisikan di dalam pesan. Kamu cukup tunggu aku saja. Tunggu sampai aku bisa menyatukan kita dalam ikatan yang indah.


Hatiku bimbang namun tetap pikirkanmu
Selalu, slalu dalam hatiku
Ku melangkah sejauh apapun itu
Selalu kau didalam hatiku

Ku berjalan, berjalan memutar waktu
Berharap temukan sisa hatimu
Mengertilah ku ingin engkau begitu
Mengerti kau di dalam hatiku

Tak Bisakah kau menungguku
Hingga nanti tetap menunggu
Tak Bisakah kau menuntunku
Menemani dalam hidupku

Kasih, kau menjadi hidupku
Kemana, kau tahu isi hatiku
Tunggu, sejenak aku disitu
Jalanku, jalan menemukanmu

#Tak Bisakah - Peterpan/NOAH

Sabtu, 05 November 2016

Ikhlas Mencintainya

Ketika kau sapa aku, aku masih bisa menjawabnya dengan senyuman dan anggukan

Ketika suasana hening, aku masih bisa mewarnainya dengan candaku

Ketika kau berkeluh kesah, aku masih bisa memberimu pundak

Ketika ada sesuatu hal yang menghibur, aku masih bisa tertawa lebar

Tapi sayang itu semua hanya sebuah pencitraan

Pencitraan agar tak ada celah untuk kalian menyelami hidupku

Apa yang sebenarnya terjadi di belakang layar

Betapa menyedihkannya seorang aku

Sakit dan terluka karena mencintainya

Betapa bodohnya seorang aku

Membiarkan dia terus membuat lukaku semakin dalam

Dan tak tahu cara menghentikannya

Atau karena memang aku tak bisa berhenti mencintainya?

Karena memang begitu takdir Tuhan

Dia harus kucintai hingga akhir hayat ku

Aku ikhlas mencintainya

Biar lukaku pun tak pernah mengering, aku tak peduli

Asal dia tetap bahagia

Sabtu, 29 Oktober 2016

Sebenarnya Aku Tahu

Kemarin aku bertemu lagi dengannya. Dia tersenyum begitu manis dan lugu. Kami memang biasanya tak banyak bicara ketika bertemu, masih terlalu canggung untuk bicara berdua. Jadi biasanya setelah saling melempar senyum, kami akan kembali sibuk dengan pekerjaan masing-masing.

Dia pertama muncul di hadapanku bersama teman-temannya. Kata teman-temanku mereka selalu mencariku. Dan ketika mereka mendapatkan kesempatan bertemu denganku, hal yang pertama mereka bicarakan adalah perihal makan bersama.

Tak banyak yang kuketahui tentang dirinya selain namanya dan statusnya yang sudah memiliki kekasih. Aku pun lebih sering bersapa dengan teman-temannya. Beberapa kali bertemu dengannya pun tak membuat hubunganku dengannya menjadi baik.

Karena dalam beberapa pertemuan yang terjadi di antara aku dan dia, aku sebenarnya tahu dia berpura-pura tidak melihatku. Untuk menjaga perasaan wanitanya yang berada di sekitarnya.

Untungnya dia tidak memiliki hatiku. Sehingga saat dia melakukan hal tersebut padaku, aku tak merasa sakit hati. Teruskanlah, perjuangkan dia yang memang pantas diperjuangkan. Aku menghargainya.

Pun aku masih ingat ketika kita bertemu terakhir kali. Aku melihat dia dan dia melihatku. Tapi dia langsung membuang muka dan memperlambat langkahnya agar tak berjalan tepat di sisiku. Aku pun memilih untuk berpura-pura tak melihatnya. Karena aku tahu ada wanitanya di sekitar saat itu.

Aku tak akan protes. Walau sebenarnya aku tahu apa yang sedang kamu lakukan. Tapi setidaknya jelaskan yang sebenarnya terjadi. Mengapa harus berpura-pura tak melihatku? Kau membuatku berpikir betapa tidak sukanya wanitamu terhadapku.

Apa aku benar???

Dia-ku

Pernahkah kau bertemu dengan orang yang bisa menjadi siapa saja untukmu???

Aku bertemu dengan orang seperti itu dua tahun yang lalu

Dan siapa sangka jika orang itu akan benar-benar menjadi begitu berharga untukku?

Dia bisa berjalan di depanku

Membimbingku dan menasehatiku dengan cara yang begitu menyenangkan

Dia bisa berjalan tepat di sisiku

Mendengarkan setiap kata dari mulutku dan menyediakan bahunya ketika aku lelah

Dia juga bisa berjalan di belakangku

Mendorongku untuk terus maju menggapai tujuanku

Dia begitu hebat

Kekuatan genggaman tangannya mampu membuatku percaya diri menghadapi dunia

Senyuman tulusnya mampu membuatku merasa tidak sendiri

Sorot matanya mengalirkan kehangatan setiap aku merasa dunia terlalu dingin padaku

Bahkan dia mampu membuatku begitu buruk rupa karena merengek dan menangis di hadapannya

Dia mampu melakukan banyak hal yang tak bisa dilakukan oleh orang sebelum dia terhadapku

Tak tahu apa kebaikan yang pernah aku lakukan di masa dulu

Sehingga Tuhan memberikan kesempatan indah padaku untuk bertemu dengannya

Dan aku tak akan menyiakan kesempatan ini

Terimakasih telah datang di hidupku

Semoga selalu ada hal yang membuatmu penasaran padaku

Sehingga kau tak akan punya alasan untuk menjauh

Senin, 03 Oktober 2016

Seperti Malam

Seperti malam yang siap dilupakan ketika pagi menyapa

Seperti itulah aku melihat diriku di matamu

Kau mudah melihat yang lain

Kau mudah menemukan yang lain

Maka ketika kau menjatuhkan pilihan padaku

Coba tatap mataku dalam-dalam, apa yang bisa kau lihat di sana?

Coba sentuh aku perlahan, apa yang tanganmu rasakan terhadapku?

Coba dengarkan baik-baik hatimu, apa aku memang yang sudah membuatnya bergetar?

Apa iya itu aku yang membuatmu berhenti berdetak saat kukunci matamu dengan pandanganku?

Rasakan dengan yang lain...

Ceritakan padaku apa yang mereka tak bisa tapi aku bisa

Maka ketika kau menjatuhkan pilihanmu padaku

Maka aku harus selalu siap

Jika saatnya tiba aku dilupakan olehmu

Tertanda,
Cinta diam-diam

Selasa, 20 September 2016

Teduh Padamu

Coba tebak suara apa yang sekarang begitu dihapal dan dirindukan oleh telingaku?

Coba kau tebak pula sosok pemilik suara indah itu?

Tebaklah sampai kau puas...

Karena hanya boleh aku saja yang tau dirinya

Yang jelas setiap mataku berhasil menangkap sosoknya, aku merasa dapat berteduh padanya dari segala angkara murka alam semesta

Terimakasih, aku teduh padamu!

Senin, 19 September 2016

-

Pada matahari pagi yang dengan setia memancarkan cahayanya dan pada angin yang selalu punya kesempatan untuk mengelap bulir-bulir keringat di wajahnya

Entah konspirasi macam apa yang tengah kalian lakukan

Tapi aku cemburu

Ia hanya berkedip, namun mampu menghentikan waktu yang sedang berputar

Kemampuannya menarik kedua otot pipinya untuk tersenyum begitu mengagumkan

Ia bagai medan magnet, menarikku untuk selalu memperhatikannya

Ingin rasanya aku pasrah pada medan magnet yang ada pada dirinya

Tertarik ke arahnya dan mengambil kesempatan untuk mencium bau tubuhnya

Lalu membisikkan semua kalimat yang selama ini bersarang di hati

Tapi bukan untuk jatuh ke lubang yang sama

Hanya sekedar kau tahu aku dan akhirnya bukan hanya aku yang merenungi kisah kita

Jumat, 02 September 2016

Kasus Spesial Sahabatku


Malam ini untuk kesekian kalinya sahabatku mengirimiku pesan lagi
Merengek-rengek tentang dirimu yang telah menjungkir balikan hatinya
Katanya, kau telah berhasil menyita pikirannya siang dan malam

Ketika malam keesokan harinya tiba...
Sesuai dengan prediksiku sahabatku merengek lagi padaku lewat pesan
Kali ini ia bertanya, apa maksudmu berperilaku seakan-akan kau mencintainya?

Sahabatku berbicara banyak tentangmu malam ini...
Tentang pikirannya yang begitu mudahnya kau kuasai dengan senyumanmu
Tentang hatinya yang begitu mudahnya kau goyahkan dengan suaramu saat menyebut namanya
Tentang detak jantungnya yang tak mampu ia kontrol dengan baik saat kau menggodanya
Karena itu...
Jari-jarinya selalu saja mengetikkan namamu dalam kolom pencarian di sosial media
Matanya selalu mencari kesempatan melihat wajahmu di dalam foto-fotomu
Lehernya tak mampu jika tak menoleh ke arahmu hanya untuk melihat kau membalas tatapannya dan tersenyum
Langkah kakinya pun ia tahan sekuat-kuatnya agar tak selalu menghampirimu

Dan sahabatku selalu menunggumu untuk menghubunginya
Hanya untuk memastikan kalau setiap perilakumu terhadapnya mencerminkan perasaanmu kepadanya
Dia tak pernah absen untuk mengecek kapan kamu membuka sosial media-mu
Dia tak mampu untuk memulainya lebih dulu
Karena dia terlalu bingung dengan pasangan yang ada di sisinya
Dia pun terlalu bingung menghadapi pasangan yang ada di sisimu

Yaa, sahabatku sudah gila karena mencintaimu

Kamu telah membuatnya merasakan sebuah perasaan cinta yang tak terbalaskan
Perasaan yang belum pernah diberikan siapapun pada sahabatku ini
Karena sebelum kamu, sahabatku selalu mampu membuat siapapun tertarik padanya
Tapi sepertinya kamu kasus spesial sahabatku

Tenang saja, dia akan baik-baik saja

Jumat, 19 Agustus 2016

Sedikit Pengorbanan, Mengapa Tidak?

Sebuah perasaan senang selalu mengetuk pintu hati saya ketika diri saya sadar bahwa saya akan segera memasuki suatu dunia baru. Dimana di tempat tersebut, saya dapat membangun sebuah lingkaran pertemanan yang baru dengan latar belakang yang pasti berbeda-beda. Keyakinan untuk diterima di lingkaran pertemanan yang baru pun begitu kuat.

Terbayang banyak hal menyenangkan, info, wawasan, dan lainnya yang dapat saya bagi dan saya terima di lingkaran pertemanan baru itu. Dan sejauh ini yang paling saya senang lakukan ketika menemukan teman baru adalah memahami karakter mereka dan hal apa yang harus saya lakukan untuk membuat mereka juga menyukai saya. Saya melakukan begitu banyak seni untuk memahami karakter mereka yang unik, karena karakter orang yang satu pasti berbeda dengan orang lain.

Tapi terkadang sebersit kekhawatiran muncul dalam bentuk sebuah pertanyaan yang selalu mampu muncul dalam benak hati, tapi tak mampu diungkapkan secara lisan sedetikpun.

Akankah mereka mengingat saya ketika kami sama-sama sibuk dalam perjalanan menggapai sebuah kesuksesan?

Pasti teman-teman pembaca, pernah merasakan hal ini pula.

Ketika teman-teman semasa sekolah dulu, mulai sibuk dengan perjuangannya masing-masing dan mulai sulit untuk ditemui.

Selalu saja ada alasan yang membuat mereka tidak dapat menemui saya. Minggu ini, acara keluarga. Minggu depan, tugas kuliah. Minggu depannya lagi, ada shift kerja. Bulan depan, ada jadwal nonton konser idolanya. Selalu begitu, sampai saya merasa bahwa hanya saya yang berjuang untuk menjaga sebuah tali silaturahmi ini. Hingga saya merasa, apa hanya saya yang tidak sesibuk mereka?

Ketika saya ingin menemui teman lama, saya merelakan beberapa hal. Walau itu hanya sekedar waktu istirahat saya. Menurut saya, itu tak apa. Karena ketika saya menginginkan suatu hal, memang harus ada sesuatu hal lain yang dikorbankan. Hidup semudah itu kok.

Saya bahkan pernah bertemu dengan teman lama di Tangerang ketika saya baru beberapa menit sampai di Tangerang setelah perjalanan dari Jakarta mengenakan angkutan umum. Atau sebaliknya ketika saya ingin bertemu teman di Jakarta, maka saya harus rela memundurkan waktu saya untuk pulang ke Tangerang.

Ketika saya sudah merencanakan weekend saya untuk mengerjakan tugas kuliah, dan tiba-tiba teman lama meminta untuk bertemu pun, saya akan lebih memilih untuk bertemu dengan teman lama saya. Tugas bisa nanti, pikir saya.

Hanya sekedar waktu bertemu untuk saling menyapa dan menanyakan kabar yang saya minta. Teknologi memang sudah canggih. Tapi bertatap muka dengan teman lama adalah hal yang bisa membuat saya sangat senang. Mungkin ini sebab saya adalah seseorang dengan atribut pemikiran sosial hehe.

Jadi percayalah sahabat, yang sibuk bukan hanya kamu. Jika kamu mau dan sungguh berniat menemui teman lamamu yang ada di luar negeri sekali pun akan menjadi hal yang mudah untuk dilakukan. Sedikit pengorbanan, mengapa tidak???

Selasa, 19 April 2016

Cerita KKN Part 2 ~ Gadis Pemberani

“Teh, mau saya cariin tumpangan motor buat ke atas?” tawar salah satu dari mereka ketika mendengar suara motor yang akan melintas di jalur yang kami lewati. ketika itu kami tengah berada di tengah hutan yang masih asri. Tidak ada orang selain kami dan beberapa pengendara motor yang sesekali lewat. Gue menggeleng walaupun tawaran itu begitu menggoda.

“Bentar lagi sampai, Teh. Ayo semangat, Teh!” sorak yang lain.

Beberapa menit kemudian, barulah gue memiliki tenaga untuk kembali melanjutkan perjalanan. Ternyata ga berapa lama kemudian, kami sampai di ‘pintu masuk’ Curug Gendang. Iya pintu ini sifatnya gaib, tak terlihat.

Gadis-gadis ini menuntun kami untuk berjalan dengan 1 barisan karena jalan yang akan kami lalui adalah jalan setapak. Yah jalan setapak yang cukup licin bagiku efek pakai croks botak. Tanaman atau apapun yang berada di sisi kanan jalan setapak ini menjadi sasaran empuk gue untuk berpegangan. Karena di sebelah kiri jalan setapak, tepat jurang menganga lebar siap memangsa jikalau kami tak hati-hati.

Percayalah. Jika waktu bisa diulang kembali, gue bakal lebih memilih istirahat di rumah daripada menantang maut kayak gini. Apalagi berkali-kali gue kepeleset dan hampir jatuh. Kesel. Iya kesel. Kenapa ini jalanan licin banget. Kenapa ini sendal botak. Kenapa huhuhu.

“Ayo, Teh ikutin saya. Saya pegangin,” gadis dengan baju berwarna biru ini menawarkan diri dan langsung memegang tangan gue untuk dituntun. Gadis ini bahkan mengambil posisi di sebelah kiri gue, yang artinya jika gue ga sengaja terpeleset, gadis ini yang akan jatuh duluan. Dia melindungi gue seperti ini dan membuat gue merasa mengenalnya sudah lama.

“Ini Teh injek batunya,” atau “Ini teh yang ga licin” atau “Ini Teh jangan yang itu licin,” atau “Teh awas jangan pegangan yang itu ada durinya,” adalah nyanyian sepanjang gadis ini menuntun gue. Haru bener deh. Karena dia begitu memerhatikan kemalangan gue dan memutuskan membantu gue padahal beberapa kali gue menemukan nada getir cemas di dalam suaranya.

Alhamdulillah kami sampai di tempat tujuan dengan selamat. Ajaibnya, ketika mata gue bertatapan dengan si air terjun, lelah gue seketika hilang. Satu per satu teman gue mulai masuk ke air terjun, gue jadi orang kesekian yang akhirnya memutuskan untuk ikut terjun. Dengan bawelnya gue memanggil nama Oca untuk menuntun gue yang pada akhirnya berada di dekat Oca justru 'merugikan' gue, karena di akhir permainan air kami Oca sempat panik dengan derasnya arus yang diciptakan oleh air terjun dan dia mendorong gue ke dalam air. Bagus. Beruntung gue orangnya sabar wkwk.

Sebenarnya gue gabisa untuk ga merasa cemas memikirkan nasib gue keluar dari curug ini. Berharap cemas gadis dengan baju biru itu, mau menuntun gue kembali, setelah tahu betapa merepotkannya menuntun seorang gue. Beruntung, ketika teman-teman gue mulai siap untuk menuruni jalan setapak, si gadis baju biru dengan sigap berada di dekat gue. Gue merasa aman saat itu walau hanya diawasi oleh gadis yang jauh lebih muda dan lebih kecil dari gue.

Lagi dan lagi, terpeleset karena sandal yang gue pakai licin di bagian dalam dan luar. Melihat itu gadis dengan baju biru memegangi lengan gue. Gadis lainnya menawarkan diri untuk memakai sandal gue yang super licin dan membiarkan gue memakai sandalnya yang tidak licin. Gue menyetujuinya

Perjalanan pulang tetap tidak kalah serunya dengan perjalanan saat berangkat tadi. Karena gue harus bolak-balik bertukar sandal dengan gadis baju biru karena sandal gue licin. Begitu kami bertukar sandal dan sandal yang gue pakai kembali licin, sandal yang ada padanya sudah siap dipakai dan keadaannya pun tidak licin. Jadi pertanyaannya, ada apa dengan kaki gue???

Belakangan gue tahu gadis dengan baju berwarna biru namanya Samnah. Gadis cantik khas suku sunda nan pemberani. Begitu ramah dan berjiwa sosial. Dengan selamatnya nyawa gue berkat banyak bantuan Samnah, di hari-hari berikutnya gue semakin dekat dengan Samnah.

Sampai Samnah berhasil membuat gue menjadi orang terakhir yang naik di bus penjemputan mahasiswa KKN UNJ. Samnah tak kunjung berhenti menangis, terlihat begitu takut dilupakan. Samnah, mana bisa Teteh lupa sama Samnah???

This part I wrote for you, Samnah. Adik Teteh yang paling pemberani. Semangat sekolahnya, cepet lulus, cepet ke Jakarta, Teteh siap jadi Tour Guide pribadi-nya Samnah di Jakarta. Sehat terus yaa Sam! Teteh sayang sama Samnah...

Cerita KKN Part 1 ~ Curug Gendang

Sebagai mahasiswi dari jurusan Pendidikan Administrasi Perkantoran di Universitas Negeri Jakarta, Kuliah Kerja Nyata (KKN) merupakan salah satu program kuliah yang harus gue terima dengan penuh rasa ikhlas. Sebulan harus tinggal di daerah terpencil yang gatau gimana sinyalnya, bakal tinggal di rumah yang seperti apa, lingkungan yang seperti apa, teman seatap yang seperti apa. Semua hal itu sedikit membuat gue takut dan berharap bisa meng-skip KKN.

Tapi semua ketakutan gue hilang seketika begitu gue tau desa apa yang gue tempatin. Desa Sukarame di Kecamatan Carita, Kab Pandeglang, Banten, yang ternyata merupakan desa dengan banyak tempat wisata. Belum lagi tempat tinggal gue selama di Sukarame yang super nyaman dan dapet bonus kelucuan Ica -cucu dari pemilik rumah- hehe.

Mau ke pantai??? Tinggal nyebrang ke depan rumah. Mau ke sawah??? Di belakang rumah ada. Mau ke bendungan??? Atau mau ke air terjun??? Ada semua di sini hehe. Alhamdulillah rezeki anak salehah haha.

Minggu kedua ada di Sukarame, gue dan teman satu kelompok berencana pergi ke air terjun di Sukarame namanya Curug Gendang sebagai refreshing setelah lelah mengerjakan program. Kami janjian buat pergi bareng dengan anak-anak SMP dari Yayasan Al-Musyarafah.

Yap kalau gue gak salah, ini adalah perjalanan wisata outdoor gue yang ke-2 tanpa orangtua gue. Tapi ini jelas lebih menantang karena orang di luar Banten mungkin tidak mengetahui lokasi wisata Curug Gendang ini. Sekaligus merupakan tempat wisata yang berada di pedalaman Carita yang mungkin petugas-petugasnya pun tidak begitu mementingkan keselamatan pengunjung. Maklum.

Kami berangkat sekitar pukul 10 pagi dan ternyata anak-anak SMP yang pergi bersama kami semuanya perempuan. Ada juga beberapa diantara mereka yang baru pertama kali ke Curug Gendang. Kami diwanti-wanti oleh pemilik rumah dan tetangga sekitar agar jangan sampai terpisah, sepakati waktu istirahat, turuti pantangan yang ada di sana. Mereka bilang lokasi wisata ini masih sakral.

Gue dengan pede-nya dan memang sudah khas gue, gue pakai sepatu sandal croks coklat kesayangan gue yang udah botak bin dekil. Perjalanan yang ditempuh sekitar 6-9 km membuat kami mencuri kesempatan untuk mengobrol dengan anak-anak perempuan SMP ini, atau selanjutnya sebut saja gadis-gadis.

Gadis-gadis ini cukup perhatian dan mereka memiliki jiwa sosial yang patut diacungi jempol. Apalagi saat gue -anggap saja yang terlemah- megap-megap kehabisan napas karena jalanan menanjak yang super sadis. Gue pun sangsi bisa lewat jalan tanjakan itu kalau Oca -temen 1 kelas gue- gak nuntun, atau geret, gue pakai ranting. Jangan dibayangkan jalanannya mulus, jalanan ini sebenarnya merupakan kaki bukit yang sudah dibuat jalur oleh warga sekitar. Gue merasa menang melewati kaki bukit itu walaupun masih dalam keadaan megap-megap kehabisan oksigen dan belum bisa melanjutkan perjalanan. Gadis-gadis ini begitu semangat sampai menularkan semangatnya ke gue. Sayangnya, rasa semangat yang mereka tularkan ke gue ga direspon baik sama kondisi fisik gue. Mereka bahkan rela beristirahat setiap gue bilang, “ntar dulu ga kuat,” lalu duduk sambil memijit kepala gue.

Gadis-gadis ini mungkin tak tega melihat gue yang ga karuan keadaannya. Apalagi ga ada cowok yang ikut ke Curug Gendang bersama kami. Raut wajah beberapa diantara mereka mulai cemas. Entah mencemaskan keadaan gue atau mencemaskan kapan mereka akan sampai di tujuan karena keberadaan gue memang memghambat perjalanan mereka. Wkwk.

Bersambung... ;)

Selasa, 05 Januari 2016

Hipnotis



Lagi dan lagi kulihat spion sebelah kiri motornya. Yaa dia selalu mengatur spion kirinya untuk melihatku yang memeluknya di belakang dan dengan begitu aku juga dapat melihat wajahnya. Berbahayakah? Memang kami pernah mengalami kecelakaan bersama tapi bukan akibat spion kiri yang kami salah gunakan. Melainkan karena hal lain.

Ada kecelekaan truk. Itu yang menyebabkan dia telat menjemputku. Aku tak mempermasalahkannya. Itu benar. Walau sudah setahun lamanya kami bersama, melihat wajahnya saja sudah mampu menenangkan segala emosi tidak baik yang ada pada diriku.

"Kamu tau jalannya?"

"Tau ko tenang aja. Semalem aku udah ngapalin rutenya lewat google map."

Aku tertawa. Entah untuk hal apa namun dia ikut tertawa bersamaku. Google map memang sudah menjadi teman kami jika ingin pergi ke suatu tempat. Maklum, kami sama-sama pendatang di Jakarta. Aku memeluknya lebih erat membuatnya tersenyum dan meremas gemas tanganku.

Aku mengangkat kepalaku yang bersandar di bahunya dan melihat sebuah jalan setapak di daerah yang kami lewati. Aku tak tahu ada dimana ini hehe. Ada tulisan menarik di depan jalan setapak itu. 'Penginapan Mawar' yang ditulis dengan begitu apik.

"Kenapa?" Tanyanya membuyarkan pikiranku. Ternyata secara tidak sadar aku melepas pelukanku. Aku memeluknya lagi.

"Kita ada dimana mas?"

"Sekitar 10 menit lagi puncak,"

***

Kami menghentikan motor di dekat tulisan 'Penginapan Mawar' setelah kami kelelahan menghabiskan waktu di puncak dan memutuskan untuk menginap di penginapan ini sesuai permintaanku. Entah kenapa aku begitu tertarik dengan penginapan ini. Mungkin karna kealamiannya. Jalan setapak dengan pemandangan pohon di sebelah kanan dan kiri dan beberapa tanaman hias, juga lampu penerang.

"Ayo!" Ajaknya sambil merekatkan jarinya di jariku. Aku tersenyum dan mengangguk. Kami hanya perlu berjalan 50 meter untuk mencapai penginapannya. Ada beberapa orang yang jalan di depan kami dan saat aku menoleh ke belakang, ternyata ada beberapa orang juga yang berjalan di jalan setapak ini. Ternyata penginapan ini memang banyak membuat orang tertarik.

"Kenapa?" Aku menggeleng tersenyum sambil sedikit mendongakkan kepalaku agar aku dapat melihat wajahnya. Yaa, dia jauh lebih tinggi dari aku. Dia mengelus kepalaku, ikut tersenyum juga.

Siapa yang sangka bahwa penginapan ini cukup besar. Tiga lantai dengan 30 kamar di setiap lantainya. Mereka bilang fasilitasnya cukup baik. Menggunakan AC, ada televisi, kamar mandi dengan pilihan air biasa atau air hangat, dll. Bahkan mereka menyediakan ruang tunggu yang sangat menyenangkan. Kita bisa karaoke-an, melihat pajangan foto alam yang ada di dinding, dan wifi yang sangat bersahabat. Sepertinya mereka benar-benar tahu cara memanjakan pelanggan.

Dia sudah mendapatkan 2 kunci kamar yang berbeda. Satu untukku dan satu untuknya. Aku melihat wajahnya, ada kesedihan di matanya. Aku mengerutkan kening.

"Ada apa?"

"Penginapan ini sedang penuh-penuhnya hari ini. Kita dapat kamar di lantai yang berbeda. Kamu mau di lantai 1 atau 2?"

Aku memilih lantai 2 dan dia segera mengantarku untuk mencapai tangga. Tangga penginapan ini sangat klasik, terbuat dari kayu jati dan bersih dari debu. Aku memintanya untuk mengantarku cukup sampai tangga saja dan dia cukup menunggu di bawah, tidak perlu sampai depan pintu kamarku. Dia setuju.

Kunaiki tangga pertama, kedua, dan seterusnya. Tangganya benar-benar indah karena setelah dilihat dari dekat, tangganya memiliki ukiran. Ukiran jaman belanda. Benar-benar klasik.

"Aku tak sabar," ujar seorang wanita di depanku yang membuyarkan pikiranku. Aku menoleh ke arahnya. Kulihat tatapan wanita itu lurus ke depan dan dia sendiri. Aku mengabaikannya. Namun aku kembali menoleh ke arah wanita tersebut. Dan melihat orang-orang yang berada di depan wanita itu. Semuanya menatap lurus ke depan padahal di depan tidak ada apa-apa, hanya dinding dengan pajangan gambar seorang laki-laki.

Aku tak dapat mengendalikan rasa penasaranku. Laki-laki dalam pajangan itu duduk dalam sebuah kursi dan menatap lurus dan tajam ke depan. Ada yang aneh. Aku menghentikan langkahku dan menoleh ke belakang. Semua. Semua orang yang sedang menaiki tangga menatap lurus ke arah depan, ke pajangan itu.

Dia! Dia masih di sana. Di dekat tangga pertama, masih menatapku. Seakan mengawasiku sampai aku benar-benar naik ke lantai 2. Tapi dia tidak seperti dia yang tadi pagi menjemputku dan mengajakku ke puncak. Dia berbeda tapi aku bisa mengenalinya lewat kemeja putih bergaris yang dipakainya. Hanya... kini wajahnya berlumuran darah. Begitu pula dengan wajah semua orang yang berada di lantai 1.

Baiklah... dimana aku sekarang???