Hai Mr. X...
Pertama kali kita diberikan
kesempatan untuk bertemu adalah saat kita duduk di bangku SMP kelas 3. Dengan
cara pertemuan yang sedikit tidak menyenangkan. Dua orang perempuan yang
merupakan teman-temanku sama-sama menyukaimu dan akhirnya mereka hanya berujung
pada pertengkaran dan saling memendam benci. Aku bertindak sebagai mediator
pada saat itu, tapi kau justru melihat dan tertarik padaku. Anehnya ketika
mereka tahu tentang perasaanmu padaku, mereka mendukung kamu dan aku untuk
bersatu.
Kamu adalah laki-laki pertama
yang menyatakan cinta padaku secara langsung dan aku baru benar-benar merasa
dicintai saat bersamamu. Kejujuran yang selalu kau tunjukkan padaku, mampu
membuat aku tidak menoleh kemanapun. Kau memiliki kepercayaanku, pada saat itu.
Menempuh pendidikan di SMA yang berbeda pun bukanlah sebuah masalah besar untuk
kita. Kita mengatur waktu untuk bertemu dan terus menyempatkan diri untuk
berkomunikasi.
Entah apa penyebabnya, kamu
pernah dengan tiba-tiba memutuskan hubungan kita yang kuterima dengan penuh
rasa ikhlas. Walaupun tak sampai sebulan, kau memintaku untuk kembali. Hubungan
ini kita perbaiki bersama-sama. Tapi tak lama kemudian, kamu begitu lagi.
Memutuskan hubungan kita secara sepihak. Dan lagi-lagi aku hanya bisa
menerimanya dengan ikhlas.
Kekosongan. Aku merasa begitu
kosong setelah itu. Sampai kamu menghubungiku lagi dan memintaku untuk bertemu.
Memintaku untuk kembali padamu. Kamu pernah memutuskan hubungan ini dua kali
tanpa alasan yang jelas dan tidak akan pernah ada yang ketiga kalinya. Aku
menolak untuk kembali bersama bahkan aku tidak mempedulikan rengekanmu.
Sampai kutahu bahwa kamu
menemukan penggantiku dan aku pun memutuskan untuk mencari penggantimu.
Pikiranku sakit waktu itu, hingga aku memutuskan untuk menerima jalinan
hubungan cinta yang ditawarkan oleh sahabatmu. Aku pikir dengan cara inilah,
aku bisa melupakanmu. Tapi ternyata cara ini gagal.
Kamu kembali lagi padaku, entah
untuk yang keberapa kalinya. Padahal kamu sadar betul kalau telah ada perempuan
lain yang berjalan disisimu. Dengan kebodohan yang timbul akibat rasa rindu
yang dalam, dengan tangan terbuka aku menerimamu. Hanya hubungan tanpa status,
hubungan yang disembunyikan dari perempuanmu.
Kebahagianku adalah ketika kamu
bilang kalau kamu dan dia telah putus. Tapi entah kenapa, aku masih merasa
nyaman dengan hubungan kita yang tanpa status dan tidak merengek padamu untuk
segera meresmikan hubungan kita. Aku takut dengan hubungan yang resmi dan
adanya kemungkinan putus tersebut.
Ternyata kamu sakit dan
memutuskan untuk kembali ke Bengkulu –kota asalmu- untuk berobat. Barulah
setelah kamu kembali dari Bengkulu, kamu meresmikan hubungan kita.Tapi kamu
belum sembuh benar dan aku selalu meluangkan waktu untuk membantumu dan
merawatmu. Walaupun aku harus merelakan beberapa hal.
Aku begitu bahagia ketika kamu
sembuh. Kamu bisa kembali bekerja. Kamu mengenalkan aku pada orangtua angkatmu
dan orangtua kandungmu. Kamu mengabarkan padaku bahwa ibumu merestui kita. Dan
kamu menjanjikan sebuah pernikahan padaku. Sampai aku benar-benar yakin bahwa
kita hanya tinggal menunggu waktu saja untuk itu.
Bahkan, kenyataan aku menemukan
sebuah puisi buatanmu tentang perempuan-perempuan yang pernah hadir di hidupmu
dan dalam puisi itu aku tahu bahwa kau bertahan denganku bukan karena cinta
tapi karena komitmen, aku tak mempermasalahkannya.
Tapi aku mulai merasa ada yang
ganjal ketika hari dimana kamu tiba-tiba pergi ke Bengkulu. Kamu hanya bilang
bahwa ada masalah di Bengkulu yang harus diselesaikan. Saat kamu kembali, aku
perlu mendesakmu mati-matian agar menjelaskan tentang masalah apa yang ada di
Bengkulu.
Sebuah perjodohan. Kamu
mendapatkan sebuah perjodohan dari Mbah-mu! Apa-apaan! Dimana dia saat kamu
sedang dalam masa sulit di sini? Dimana dia saat kamu sedang sakit? Dimana
restu ibumu padaku yang hilang karna rasa takut pada Mbahmu? Dimana janji
sebuah pernikahan yang kau berikan padaku? Dimana kamu yang keras kepala dan
pantang menyerah? Dan yang paling penting, dimana hatimu berada? Kenapa kau tak
mampu menolak perjodohan itu?
Apakah aku bisa memanggilmu Pemberi Harapan Palsu?
Tapi ketahuilah kamu si Pemberi Harapan Palsu, siapa laki-laki
yang ada di sisiku sekarang. Dia tak pernah sedikitpun membiarkan aku merasa
sedih yang berlarut-larut. Dia tak pernah lelah membimbingku menjadi dewasa.
Dia begitu sabar menghadapiku.
Aku masih
punya banyak tahun ke depan yang bahagia bersama dia. Empat tahun bersamamu
kemarin itu akan jadi tidak ada apa-apanya ketika aku dan dia terus melangkah
ke depan untuk saling membahagiakan. Saling membahagiakan tanpa batas waktu dan
ruang.
Cerpen
ini ditulis untuk mengikuti kompetisi #NulisFiksiPHP dari @iindrapurwana,
berhadiah 3 e-book “Rahasia Menulis
Kreatif” karya Raditya Dika.
Penuh perasaan, ngalir. Mantap fai.
BalasHapusSampe kebawa gue pas baca paragraf yg "sebuah perjodohan" hehe
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusKeren banget kak masuk kehati, nice post
BalasHapusmampir juga ya ke yamabukanayam.blogspot.com
Terimakasih :)
Hapussemoga si mr x tau dan sadar :")
BalasHapuscurcolnya dapet banget...
pemberi harapan palsu everywhere, pemberi harapan palsu everywhere.
at least, aku sudah punya obat penawarnya ;)
Hapus