Selasa, 03 Maret 2015

Teruntuk Ayah di Surga



Ayah aku merindukanmu...

Saat-saat belajar bersama Ayah. Tidak dengan kelembutan seperti Ibu tapi Ayah tetap sabar mengajariku banyak hal. Bersepeda, mengendarai motor, memasang lampu, pelajaran-pelajaran di sekolah. Ayah guru terbaik yang pernah aku miliki.

Aku pikir aku lebih dekat pada Ibu. Tapi setelah mendengar cerita Ayah tentang masa kecilku yang selalu tidur di atas dada Ayah dan menangis saat dipindahkan, setelah menyadari betapa miripnya watak Ayah dengan watakku,dan setelah menyadari bahwa Ayah adalah satu-satunya orang yang aku dengarkan, aku tahu bahwa ikatan yang Ayah dan aku miliki begitu kuat terjalin tanpa sadar.

Tahukah Ayah apa yang paling menyakitiku setelah Ayah pergi?

Sampai usiaku menginjak 18 tahun, Ayah sudah mendidikku untuk tidak merayakan ulang tahun dengan kue seperti anak kebanyakan. Itu bukan masalah bagiku, Ayah. Sama sekali bukan masalah. Ayah dan Ibu sudah memberikan sesuatu yang lebih manis dari kue ulang tahun, sesuatu yang lebih menarik dari kado ulang tahun, sesuatu yang lebih indah dari apapun yang ada di dunia ini yaitu kalian mengucapkan selamat ulang tahun padaku lalu mencium pipiku dan mendoakkan doa-doa yang baik padaku.

Tapi kenapa hanya 18 tahun, Ayah? Bahkan sampai detik ini, aku masih menunggu ucapan ulang tahun dari Ayah. Tak apa jika hanya lewat mimpi, Ayah. Aku hanya tidak ingin berhenti mendengar ucapan ulang tahun dari Ayah. Tak apa jika Ayah telat 5 bulan mengucapkannya. Itu akan tetap jadi hadiah terindahku.

Ayah... Maaf...

Aku tidak bisa membahagiakanmu bahkan sampai nafas terakhirmu. Aku tidak bisa memberikan kesan yang baik bahkan sampai nafas terakhirmu. Aku membangkangmu, aku menyakiti perasaanmu, aku membentakmu, aku bahkan menolak menemanimu ke Rumah Sakit untuk check up hanya karena tugas kuliah. Jika aku tahu kalau itu adalah permintaan terakhirmu, Ayah... Ayah, maafkan aku.

Ayah terimakasih...

Untuk waktumu di dunia ini, Ayah. Menafkahi kami, membimbing kami, begitu mencintai kami dengan caramu. Aku belajar banyak untuk tidak mengeluh dari Ayah. Seberat apapun hidup Ayah, betapa berlikunya perjalanan yang Ayah lalui, apapun cobaan yang Ayah hadapi, aku tak pernah mendengar Ayah mengeluh. Ayah selalu siap jika aku membutuhkan bantuan. Aku sayang Ayah J


Ayah... Bacalah...

2 komentar: