Selasa, 05 Januari 2016

Hipnotis



Lagi dan lagi kulihat spion sebelah kiri motornya. Yaa dia selalu mengatur spion kirinya untuk melihatku yang memeluknya di belakang dan dengan begitu aku juga dapat melihat wajahnya. Berbahayakah? Memang kami pernah mengalami kecelakaan bersama tapi bukan akibat spion kiri yang kami salah gunakan. Melainkan karena hal lain.

Ada kecelekaan truk. Itu yang menyebabkan dia telat menjemputku. Aku tak mempermasalahkannya. Itu benar. Walau sudah setahun lamanya kami bersama, melihat wajahnya saja sudah mampu menenangkan segala emosi tidak baik yang ada pada diriku.

"Kamu tau jalannya?"

"Tau ko tenang aja. Semalem aku udah ngapalin rutenya lewat google map."

Aku tertawa. Entah untuk hal apa namun dia ikut tertawa bersamaku. Google map memang sudah menjadi teman kami jika ingin pergi ke suatu tempat. Maklum, kami sama-sama pendatang di Jakarta. Aku memeluknya lebih erat membuatnya tersenyum dan meremas gemas tanganku.

Aku mengangkat kepalaku yang bersandar di bahunya dan melihat sebuah jalan setapak di daerah yang kami lewati. Aku tak tahu ada dimana ini hehe. Ada tulisan menarik di depan jalan setapak itu. 'Penginapan Mawar' yang ditulis dengan begitu apik.

"Kenapa?" Tanyanya membuyarkan pikiranku. Ternyata secara tidak sadar aku melepas pelukanku. Aku memeluknya lagi.

"Kita ada dimana mas?"

"Sekitar 10 menit lagi puncak,"

***

Kami menghentikan motor di dekat tulisan 'Penginapan Mawar' setelah kami kelelahan menghabiskan waktu di puncak dan memutuskan untuk menginap di penginapan ini sesuai permintaanku. Entah kenapa aku begitu tertarik dengan penginapan ini. Mungkin karna kealamiannya. Jalan setapak dengan pemandangan pohon di sebelah kanan dan kiri dan beberapa tanaman hias, juga lampu penerang.

"Ayo!" Ajaknya sambil merekatkan jarinya di jariku. Aku tersenyum dan mengangguk. Kami hanya perlu berjalan 50 meter untuk mencapai penginapannya. Ada beberapa orang yang jalan di depan kami dan saat aku menoleh ke belakang, ternyata ada beberapa orang juga yang berjalan di jalan setapak ini. Ternyata penginapan ini memang banyak membuat orang tertarik.

"Kenapa?" Aku menggeleng tersenyum sambil sedikit mendongakkan kepalaku agar aku dapat melihat wajahnya. Yaa, dia jauh lebih tinggi dari aku. Dia mengelus kepalaku, ikut tersenyum juga.

Siapa yang sangka bahwa penginapan ini cukup besar. Tiga lantai dengan 30 kamar di setiap lantainya. Mereka bilang fasilitasnya cukup baik. Menggunakan AC, ada televisi, kamar mandi dengan pilihan air biasa atau air hangat, dll. Bahkan mereka menyediakan ruang tunggu yang sangat menyenangkan. Kita bisa karaoke-an, melihat pajangan foto alam yang ada di dinding, dan wifi yang sangat bersahabat. Sepertinya mereka benar-benar tahu cara memanjakan pelanggan.

Dia sudah mendapatkan 2 kunci kamar yang berbeda. Satu untukku dan satu untuknya. Aku melihat wajahnya, ada kesedihan di matanya. Aku mengerutkan kening.

"Ada apa?"

"Penginapan ini sedang penuh-penuhnya hari ini. Kita dapat kamar di lantai yang berbeda. Kamu mau di lantai 1 atau 2?"

Aku memilih lantai 2 dan dia segera mengantarku untuk mencapai tangga. Tangga penginapan ini sangat klasik, terbuat dari kayu jati dan bersih dari debu. Aku memintanya untuk mengantarku cukup sampai tangga saja dan dia cukup menunggu di bawah, tidak perlu sampai depan pintu kamarku. Dia setuju.

Kunaiki tangga pertama, kedua, dan seterusnya. Tangganya benar-benar indah karena setelah dilihat dari dekat, tangganya memiliki ukiran. Ukiran jaman belanda. Benar-benar klasik.

"Aku tak sabar," ujar seorang wanita di depanku yang membuyarkan pikiranku. Aku menoleh ke arahnya. Kulihat tatapan wanita itu lurus ke depan dan dia sendiri. Aku mengabaikannya. Namun aku kembali menoleh ke arah wanita tersebut. Dan melihat orang-orang yang berada di depan wanita itu. Semuanya menatap lurus ke depan padahal di depan tidak ada apa-apa, hanya dinding dengan pajangan gambar seorang laki-laki.

Aku tak dapat mengendalikan rasa penasaranku. Laki-laki dalam pajangan itu duduk dalam sebuah kursi dan menatap lurus dan tajam ke depan. Ada yang aneh. Aku menghentikan langkahku dan menoleh ke belakang. Semua. Semua orang yang sedang menaiki tangga menatap lurus ke arah depan, ke pajangan itu.

Dia! Dia masih di sana. Di dekat tangga pertama, masih menatapku. Seakan mengawasiku sampai aku benar-benar naik ke lantai 2. Tapi dia tidak seperti dia yang tadi pagi menjemputku dan mengajakku ke puncak. Dia berbeda tapi aku bisa mengenalinya lewat kemeja putih bergaris yang dipakainya. Hanya... kini wajahnya berlumuran darah. Begitu pula dengan wajah semua orang yang berada di lantai 1.

Baiklah... dimana aku sekarang???